
Bisakah percakapan di Tinder digunakan sebagai bukti hukum dalam kasus perselingkuhan? Ini adalah pertanyaan yang pernah timbul saat menghadapi masalah perselingkuhan tersebut.
Pada zaman digital ini, perselingkuhan tidak terbatas pada pertemuan secara langsung saja. Aplikasi semacam Tinder telah menjelma sebagai arena baru di mana mereka yang sudah memiliki pasangan dapat 'mencoba peruntungan'.
Dalam konteks meningkatnya laporan terkait obrolan online, sangatlah krusial bagi kita untuk mengetahui pandangan hukum Indonesia tentang bukti digital dalam kasus perselingkuhan dan zina. Artikel ini bakal membahas dengan rinci segi hukum serta aspek psikologinya.
Bisakah Obrolan Chat Digunakan Sebagai Bukti Perceraian?
Dalam konteks hukum pidana Indonesia, perselingkuhan yang dapat dijerat pidana harus memenuhi unsur perzinaan sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP dan Pasal 411 UU 1/2023. Berdasarkan penjelasan R. Soesilo, dikutip dari Hukumonline, perzinaan diartikan sebagai persetubuhan antara orang yang sudah menikah dengan orang lain yang bukan pasangan sahnya.
Dengan kata lain, untuk memenuhi unsur alat bukti perselingkuhan secara pidana, harus ada bukti yang menunjukkan telah terjadi hubungan badan. Namun demikian, chat yang ditemukan di Tinder tetap bisa digunakan sebagai bukti awal dalam proses pelaporan.
Apabila konten pembicaraan mencirikan undangan bertemu menuju ke hotel, klub malam, atau lokasi hiburan dini hari, hal ini bisa bermakna adanya motif zina. Meski demikian, pesan-pesan tersebut belum tentu memastikan bahwa aktivitas seksual sudah berlangsung, namun cukup signifikan untuk mendorong pengejaran investigasi tambahan.
Oleh karena itu, percakapan dapat digunakan sebagai alat bukti dalam kasus perselingkuhan pada fase awal penyelidikan. Meskipun begitu, hal tersebut masih tidak mencukupi untuk menetapkan suatu tindakan kriminal tanpa adanya bukti pendukung lainnya.
Kenapa Beberapa orang Memilih Selingkuh Melalui Tinder atau Platform Tanggalan Lainnya?
Perilaku berselingkuh menggunakan aplikasi seperti Tinder tak lagi jarang ditemui dan malah kian menjamur dalam dunia digital saat ini. Studi mengindikasikan bahwa individu yang telah berpasangan namun masih aktif di Tinder cenderung kurang berniat untuk mencari ikatan yang mendalam, tetapi lebih condong ke arah hubungan singkat saja. Ini mengeraskan anggapan bahwa platform tersebut bisa menjadi titik permulaan bagi aktivitas perselingkuhan.
Menurut Forbes, pada Senin (12/5/2025), ada dua alasan pokok yang menyebabkan individu yang telah berpasangan masih tertarik untuk melakukan perselingkungan lewat platform kencan. Alasannya pertama adalah rasa percaya diri bahwa mereka tampak lebih atraktif dibandingkan dengan pasangannya.
Orang-orang yang telah menjalin komitmen dalam suatu hubungan umumnya terpengaruh oleh persepsi mereka tentang diri sendiri serta pasangan. Bila mereka kerap menyaksikan banyak opsi alternatif pada platform kencan, hal tersebut dapat memicu rasa ragu mengenai 'kelayakan' pasangannya — sejauh mana keunikan atau daya tarik pasangan dalam konteks cinta.
Ini dapat menghasilkan perbedaan di antara cara seseorang menilai diri sendiri dibandingkan dengan penilaian pasangannya. Apabila mereka merasa memiliki nilai yang lebih besar dalam ranah percintaan dibandingkan pasangannya, hal tersebut mungkin membuat mereka menjadi kurang bahagia pada hubungannya dan berpotensi tertarik untuk berselingkuh.
Studi pada tahun 2023 yang dimuat dalam jurnal Current Psychology mengindikasikan bahwa individu yang memandang dirinya sendiri sebagai lebih atraktif daripada pasangan memiliki risiko lebih tinggi untuk berselingkah secara daring. Sementara itu, mereka yang kerap menerima banyak tawaran (matches) dari aplikasi kencan merasa semakin diminati dan punya peluang besar untuk menjalin hubungan romantis atau aktivitas seksual di luar ikatan pernikahan mereka.
Kedua adalah pengaruh dari karakter pribadi. Karakter individu turut memainkan peran dalam alasan serta motivasi mereka untuk menggunaakan aplikasi kencan.
Penelitian di jurnal Computers in Human Behavior mengungkapkan bahwa individu yang telah menjalin hubungan namun masih memakai aplikasi kencan cenderung memiliki karakteristik negatif dibandingkan mereka yang single atau pasangan yang tak menggunakan platform tersebut.
Misalkan seperti sifat neurotik, ketidaktelitian, dan minimnya kesopanan. Seseorang yang memiliki tingkat neurotisisme lebih tinggi (kecenderungan merasakan kegelisahan atau khawatir secara berlebihan), kurang teliti, dan kurang sopan cenderung lebih sering memakai aplikasi kencan dengan tujuan mencari hubungan jangka pendek. Situs-situs kencan ini dapat dijadikan sebagai sarana mendapatkan penghargaan diri atau menyeimbangkan perasaan takut akan ketidakamanan dalam pergaulannya.
Orang-orang dengan sifat ekstrover dan antusias dalam menjelajahi sesuatu yang baru. Mereka yang memiliki kepribadian lebih ekstrover serta bersedia menghadapi berbagai tantangan atau pengalaman segar biasanya akan lebih sering memakai aplikasi dating guna menemui individu-individu baru dan mendapatkan hubungan di kehidupan sebenarnya.
Di samping itu, orang dengan skor psikopati yang lebih tinggi cenderung memakai aplikasi kencan guna menemukan hubungan singkat serta aktivitas seksual tanpa komitmen.
Pada saat yang sama, individu yang memiliki ciri-ciri manipulative dan narcissistic menggunaka platform dating untuk mengerakan rasa diri mereka. Mereka berusaha mendapatkan pujian dari orang lain dan ingin tampak lebih atraktif serta signifikan. Ciri-ciri semacam itu dapat membawa seseorang pada perilaku selingkuh dan menjalin hubungan diluar ikatan pernikahan mereka.
Oleh karena itu, sangatlah esensial bagi masing-masing orang untuk mengenali akibat dari tindakan mereka sendiri. Selingkahan dapat menimbulkan rasa sakit serta meninggalkan bekas luka psikologis yang mendalam pada pihak ketiga yang terkena dampaknya.
Pelaku dapat dipidana apabila kasusnya mencakup zina. Percakapan daring dapat digunakan sebagai bukti konkret dari kecurangan yang memperberat hukumannya. (*)
Posting Komentar